Profesi Apoteker

Tata Laksana Terapi Hiperurisemia dan Gout


I.          DEFINISI

Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar serum asam urat (hingga di atas 7,0 mg/dl untuk pria dan 6,0 mg/dl untuk wanita.) dalam tubuh. Hiperurisemia disebabkan oleh kelainan genetik dalam sistem metabolisme tubuh yang menyebabkan tubuh menghasilkan asam urat lebih banyak dan atau disebabkan karena tubuh tidak dapat mengeliminasi asam urat dari tubuh. Meskipun hiperurisemia merupakan dasar untuk pengembangan gout, keberadaannya justru sering tidak menimbulkan gejala. Gout merupakan suatu keadaan dimana kadar asam urat terlalu tinggi dalam cairan tubuh sehingga terbentuk kristal monosodium urat pada cairan sinovial, yang menyebabkan terjadinya nyeri dan inflamasi (Ernst et al., 2008).
 
II.       ETIOLOGI
Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko terjadinya gout erat hubungannya dengan usia, kadar kreatinin dalam serum, kadar BUN (Blood Urea Nitrogen), jenis kelamin (pria), tekanan darah, berat badan, stress, trauma, dislipidemia, pasien dengan kerusakan ginjal, dan konsumsi alkohol. Penggunaan beberapa obat seperti diuretik, niasin, pirazinamide, levodopa, etambutol, siklosporin, aspirin dosis rendah dan obat sitotoksik juga dapat memicu terjadinya hiperurisemia dan gout. Pada penderita gout, kadar asam urat dalam serum rata-rata adalah 6,8 mg/dl untuk pria dan 6,0 mg/dl untuk wanita. Resiko pria menderita gout 10 kali lebih sering dibandingkan wanita (Burns et al., 2008).

III.    PATOFISIOLOGI
Pada manusia, asam urat merupakan produk akhir dari degradasi purin. Pada kondisi normal, jumlah asam urat yang terakumulasi sekitar 1200 mg pada pria dan 600 mg pada wanita. Akumulasi yang belebihan tersebut dapat dikarenakan over produksi atau under-eksresi asam urat
1. Over-produksi Asam Urat
Asam urat dibentuk oleh purin, yang berasal dari tiga sumber yaitu: makanan yang mengandung purin, perubahan asam nukleat jaringan menjadi nukleotida purin, dan sistesis de novo dari basa purin. Pada kondisi normal, asam urat dapat terakumulasi secara berlebihan jika produksi asam urat tersebut berlebihan. Rata-rata produksi asam urat manusia per harinya sekitar 600-800 mg. Modifikasi diet penting bagi pasien dengan beberapa penyakit yang dapat meningkatkan gejala hiperurisemia. Asam urat juga dapat diproduksi berlebihan sebagai konsekuensi dari peningkatan gangguan dari jaringan asam nukleat dan jumlah yang berlebihan dari sel turnover, penyakit myeloproliferative dan lymphoproliferative, polycythemia, psoriasis, dan beberapa tipe anemia. Penggunaan obat sitotoksik juga dapat menyebabkan overproduksi asam urat. Dua enzim abnormal yang menyebabkan peningkatan produksi asam urat digambarkan pada gambar berikut.


Gambar 1. Metabolisme purin (HGPRT, hypoxanthine-guanine phosphoribosyltransferase; PRPP,  phosphoribosyl pyrophosphate (Ernst et al., 2008)

Pertama adalah peningkatan aktifitas sintesis phosphoribosyl pyrophosphate (PRPP) yang memicu peningkatan konsentrasi PRPP. PRPP adalah kunci yang menentukan sintesis purin dan produksi asam urat. Yang kedua adalah kekurangan hypoxanthine-guanine phosphoribosyltransferase (HGPRT). HGPRT bertanggungjawab dalam merubah guanin menjadi asam guanilic dan hipoxantin menjadi asam inosinik. Kekurangan enzim HGPRT memicu peningkatan metabolisme dari guanin dan hipoxantin menjadi asam urat. Ketiadaan HGPRT menghasilkan Lesch-Nyhan syndrome ditandai dengan choreoathetosis, spasticity, retardation mental, yang secara nyata meningkatkan asam urat (Ernst et al., 2008).

2. Undereksresi Asam Urat
      Sebagian besar pasien dengan gout mengalami penurunan fungsi ginjal dalam ekskresi asam urat dengan alasan yang tidak diketahui. Normalnya, asam urat tidak terakumulasi didalam tubuh. Sekitar 2-3 produksi asam urat setiap hari dieksresikan melalui urin. Eliminasi dilakukan melalui saluran pencernaan setelah degradasi enzim oleh bakteri. Penurunan asam urat melalui urin memicu hiperuresimia dan meningkatkan endapan asam urat. Sebagian besar asam urat secara bebas terfiltrasi melalui glomerulus. Konsentrasi asam urat muncul pada urin ditentukan dengan transport multiple renal tubular dan menambah beban filtrasi. Sekitar 90% hasil filtrasi asam urat direabsorbsi pada tubulus proximal, dengan  mekanisme transport aktif atau pasif. Faktor-faktor yang dapat menurunkan klirens asam urat atau meningkatkan produksi asam urat akan mengakibatkan peningkatan konsentrasi asam urat dalam serum yaitu primary gout, diabetik ketoasidosis, gangguan mieloproliferatif, anemia hemolitik kronik, obesitas, gagal jantung kongestif, gagal ginjal, down syndrome, hiperparatiroid, hipoparatiroid, alkoholisme akut, akromegali, hipotiroid, dan lain-lain. Obat-obat yang dapat menurunkan klirens asam urat di ginjal melalui modifikasi beban yang disaring (filtered load) atau salah satu proses transport tubular diantaranya diuretik, asam nikotinat, salisilat (< 2 g/hari), etanol, pirazinamid, levodopa, etambutol, obat sitotoksik, dan siklosporin (Ernst et al., 2008).

IV.    GEJALA DAN PRESENTASI KLINIK
1. Artritis Gout Akut
Serangan arthritis gout akut ditandai dengan onset yang cepat dari terjadinya nyeri yang menyiksa, pembengkakan, dan inflamasi. Serangan tersebut awalnya muncul monoartikular, dan pertama lebih sering mempengaruhi sendi metatarsophalangeal (pembengkakan jari) dan kemudian berlanjut mempengaruhi instep, pergelangan kaki, tumit, lutut, pergelangan tangan, jari, dan siku (Hawkins and Rahn, 2005).
Kebanyakan tipe dari gout akut ini menyerang sendi periferal ekstremitas bawah yang mungkin dikarenakan sendi tersebut memiliki suhu rendah yang dikombinasikan dengan konsentrasi asam urat intraartrikular. Cairan sinovial ditemukan menyebabkan terjadinya gout sementara pada bantalan sendi yang berhubungan dengan berat badan dalam melakukan aktivitas rutin sepanjang hari. Pada malam hari, air direabsorbsi dari ruang sendi, dan menjadi larutan supersaturated monosodium urat, yang dapat memicu serangan arthritis akut. Serangan umumnya terjadi pada malam hari yang mengganggu waktu istirahat pasien akibat nyeri yang hebat. Untuk mengevaluasi hiperurisemia, diperlukan pendekatan patofisiologi apakah pasien mengalami overproduksi atau underekskresi asam urat. Pada keadaan diet yang teratur, jika terjadi ekskresi asam urat lebih dari 1000 mg dalam 24 jam maka menunjukkan overproduksi asam urat, dan kurang dari jumlah ini kemungkinan normal (Hawkins and Rahn, 2005).

2. Asam Urat Nefrolitiasis
      Nefrolitiasis terjadi pada 10-25% pasien yang mengidap gout. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi individu mengidap asam urat nefrolitiasis yaitu ekskresi asam urat yang berlebihan dalam urin, urin yang asam, dan konsentrasi urin yang pekat. Risiko batu ginjal (renal calculi) mencapai 50% pada individu yang mengekskresikan asam urat dalam jumlah berlebih melalui ginjal hingga 1100 mg/hari. Sebagai tambahan selain batu asam urat murni, pada individu hiperurikosurik juga terjadi peningkatan resiko batu akibat campuran asam urat-kalsium oksalat dan batu kalsium oksalat murni (Hawkins and Rahn, 2005).

3. Gout Nefropati
      Terdapat dua tipe gout nefropati yaitu asam urat nefropati akut dan kronis. Pada asam urat nefropati akut, terjadi gagal ginjal akut sebagai akibat penyumbatan aliran urin dan pengendapan kristal asam urat pada saluran pengumpul dan ureter. Terdapat dua tipe gout nefropati yaitu asam urat nefropati akut dan kronis. Pada asam urat nefropati akut, terjadi gagal ginjal akut sebagai akibat penyumbatan aliran urin dan pengendapan kristal asam urat pada saluran pengumpul dan ureter. Gejala ini merupakan komplikasi yang sering terjadi pada pasien mieloproliferatif atau limfoproliferatif dan merupakan akibat dari pergantian sel malignan (ganas) secara besar-besaran, terutama setelah inisiasi kemoterapi. Sedangkan pada asam urat nefropati kronis disebabkan karena pengendapan kristal asam urat jangka panjang dalam parenkim ginjal. Sedangkan pada asam urat nefropati kronis disebabkan karena pengendapan kristal asam urat jangka panjang dalam parenkim ginjal (Hawkins and Rahn, 2005).

4. Tophaceous Gout
      Tofi (deposit asam urat) jarang terjadi pada pasien gout dan merupakan komplikasi hiperurisemia yang lambat. Tempat yang paling umum terjadi deposit asam urat (tophaceous deposits) pada pasien dengan arthritis gout akut kambuhan adalah pangkal ibu jari kaki, helix telinga, tonjolan tulang siku, achilles tendon, lutut, pergelangan tangan, dan tangan. Pada akhirnya pinggul, bahu, dan tulang belakang juga terpengaruh (Hawkins and Rahn, 2005).

V.       DIAGNOSIS
Aspirasi cairan sendi yang terkena adalah penting untuk definitive diagnosis. Cairan sendi yang mengandung negatif birefringent kristal monosodium urat akan menegaskan diagnosis. Cairan sendi memiliki jumlah WBC yang tinggi dengan neutrofil mendominasi. Meskipun jarang dilakukan, pengumpulan urin 24 jam dapat digunakan untuk menentukan apakah pasien adalah overproducer atau underexcretor asam urat. Individu yang mengekskresikan lebih dari 800 mg asam urat dalam pengumpulan urin 24jam ini akan dianggap overproducers. Pasien dengan hyperuricemia yang mengekskresikan kurang dari 600 mg/hari diklasifikasikan sebagai underexcretor asam urat (Burns et al., 2008)

VI.    PENATALAKSANAAN TERAPI
Tujuan dari terapi gout dan hiperurisemia adalah sebagai berikut:
1.      Menghentikan serangan akut.
2.      Mencegah serangan kembali dari arthritis gout.
3.      Mencegah komplikasi yang berkaitan dengan deposit kristal asam urat kronis di jaringan1.
Sangat penting bagi pasien untuk memahami diagnosis gout dan pentingnya pengobatan. Terapi jangka panjang biasanya dianjurkan untuk menindaklanjuti serangan akut yang parah. Untuk serangan akut dan pencegahan berulangnya serangan dibutuhkan terapi obat. Banyak brosur dan tulisan-tulisan tentang gout yang dapat dibaca pasien. Perubahan gaya hidup, dapat digunakan sebagai pilihan-pilihan dalam pengobatan.
(Depkes RI, 2006)
A.      Terapi Nonfarmakologi
 Berikut ini contoh-contoh tindakan yang dapat berkontribusi dalam menurunkan kadar asam urat :
1.      Penurunan berat badan (bagi yang obes).
2.   Menghindari makanan (misalnya yang mengandung purin tinggi) dan minuman tertentu yang dapat menjadi pencetus gout.
3.      Mengurangi konsumsi alkohol (bagi peminum alkohol).
4.      Meningkatkan asupan cairan.
5.      Mengganti obat-obatan yang dapat menyebabkan gout (misal diuretik tiazid).
6.      Terapi es pada tempat yang sakit.
Intervensi dengan diet dengan mengurangi karbohidrat menurunkan kadar urat sampai 18% dan frekuensi serangan gout sampai 67%. Sudah lama buah cherry dilaporkan membantu menurunkan serangan gout. Dugaan karena kandungan antosianin dalam cherry mempunyai sifat inhibitor COX 2. Studi mutakhir membuktikan juga cherry menurunkan kadar asam urat. Diet rendah purin pada masa lalu dianggap menurunkan kadar asam urat, ternyata keberhasilannya mempunyai batas. Walau terapi non obat ini sederhana, tetapi dapat mengurangi simtom gout apabila digunakan bersama dengan terapi obat.
(Depkes RI, 2006)

Modifikasi gaya hidup
Banyak pasien gout mempunyai berat badan berlebih. Hiperurisemia dan gout adalah komponen dari sindrom resisten insulin. Diet dan cara lain untuk menurunkan insulin dalam serum dapat menurunkan kadar urat dalam serum, sebab insulin tinggi akan mengurangi ekskresi asam urat. Alkohol meningkatkan produksi urat dan menurunkan ekskresi urat dan dapat  mengganggu ketaatan pasien. Sebab iti secara rutin membahas diet dengan pasien dengan gout, dan mengajak pasien merubah gaya hidup yang praktis yang dapat mengurangi risiko gout, akan sangat berarti.
Biasanya diet sebaiknya diawali hanya pada saat inflamasi telah terkendali secara total, karena diet ketat akan memperparah hiperurisemia dan menyebabkan serangan akut gout. Hal yang sama untuk mencegah serangan gout dengan minum kolkhisin atau NSAID pada saat upaya serius penurunan berat badan. Separuh dari asam urat dalam tubuh di dapat dari asupan makanan yang mengandung purin. Diet ketat purin sulit diikuti. Lagi pula walau diet ketat diikuti, urat dalam serum hanya turun 1mg/dL dan ekskresi urat lewat urin hanya turun 200mg/hari. Tetapi sayangnya kalau asupan makanan purin dan alkohol diumbar maka kadar urat dalam serum dapat melonjak, tidak jarang sampai 12-14mg/dL.

              Tabel 1. Panduan Diet Pasien Gout Arthritis (GA)


(Depkes RI, 2006)

B.       TERAPI FARMAKOLOGI
1.        Arthritis Gout Akut
Tujuan terapi serangan arthritis gout akut adalah menghilangkan simptom. Penting untuk menghindarkan fluktuasi konsentrasi urat dalam serum karena dapat memperpanjang serangan atau memicu episoda lebih lanjut. Sebab itu hipourisemik seperti alopurinol tidak diberikan sampai paling sedikit tiga minggu setelah serangan akut berhenti dan diteruskan pada pasien yang mengalami serangan. Sendi yang sakit harus diistirahatkan dan terapi obat dilaksanakan secepat mungkin untuk menjamin respons yang cepat dan sempurna.
Ada tiga pilihan obat untuk arthritis gout akut: NSAID, kolkhisin, kortikosteroid. Setiap obat ini memiliki keuntungan dan kerugian. Pemilihan untuk pasien tetentu tergantung pada beberapa faktor, termasuk waktu onset dari serangan yang berhubungan dengan terapi awal, kontraindikasi terhadap obat karena adanya penyakit lain, efikasi versus resiko potensial. Adapun algoritme terapi gout akut sebagai berikut.


  Gambar 2. Algoritma terapi arthritis gout akut (Depkes RI, 2006)
Adapun obat-obat untuk penanganan arthritis gout akut adalah sebagai berikut:
a.    NSAID
NSAID biasanya lebih dapat ditolerir dibanding kolkhisin dan lebih mempunyai efek yang dapat diprediksi. NSAID tidak mempengaruhi kadar urat dalam serum. Ada beberapa NSAID yang sering diperuntukan untuk arthritis gout.  Diklofenak, indometasin, ketoprofen, naproksen, piroxikam, sulindak. Indometasin cenderung paling sering digunakan, walau tidak ada perbedaan yang signifikan antara obat ini dengan obat NSAID lain. Pemakaian aspirin harus dihindarkan sebab mengakibatkan retensi asam urat, kecuali kalau digunakan dalam dosis tinggi.
Tergantung pada keparahan serangan dan waktu antara onset dan permulaan terapi, dosis 50-100 mg indometasin oral akan menghilangkan nyeri dalam dua-empat jam. Dapat diikuti menjadi 150-200  mg sehari, dengan dosis dikurangi bertahap menjadi 25 mg tiga kali sehari untuk 5 sampai 7 hari, hingga nyeri hilang. Cara ini dapat mengurangi toksisitas gastrointestinal. NSAID biasanya dibutuhkan antara 7 sampai 14 hari tergantung respons pasien, walau pasien dengan kronik atau gout tofi membutuhkan terapi NSAID lebih lama untuk mengendalikan gejala.
 Pemanfaatan NSAID menjadi terbatas karena efek sampingnya, yang menimbulkan masalah terutama pada manula dan pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Pada manula, atau mereka dengan riwayat PUD (Peptic Ulcer Disease), harus diikuti dengan H2 antagonis, misoprostol atau PPI (Proton Pump Inhibitor) 21. Untuk Misoprostol, perlu kehati-hatian dalam pemakaiannya, kontraindikasi untuk wanita hamil, dan penggunaannya masih sangat terbatas di Indonesia. Untuk pasien dengan gangguan ginjal, NSAID harus dihindarkan sedapat mungkin, atau diberikan dengan dosis sangat rendah, apabila keuntungan masih lebih tinggi dibanding kerugian. Apabila demikian maka harus dilakukan pemantauan creatinin clearance, urea, elektrolit secara reguler.

b.    Kolkhisin
Kolkhisin digunakan untuk Arthritis gout akut, sebagian rematologis menganggap tidak efektif, karena cenderung menyebabkan diare berat terutama bagi pasien dengan mobilitas terbatas. Sebaiknya digunakan untuk pencegahan saja atau sebagai pilihan terakhir. Kolkhisin telah digunakan sejak tahun 1920. Kolkhisin adalah antimitotik, menghambat pembelahan sel, dan diekskresi melalui urin. Tidak menurunkan kadar urat dalam serum, dan kalau menjadi pilihan maka harus diberikan secepat mungkin saat serangan terjadi agar efektif. Kolkhisin dapat juga digunakan untuk mencegah serangan, dan direkomendasikan untuk diberikan dalam dosis rendah sebelum memulai obat penurun urat, kemudian dilanjutkan sampai 1 tahun setelah urat dalam serum menjadi normal.
Bila diberikan secara oral maka diberikan dosis awal 1 mg, diikuti dengan dosis 0,5 mg. Walau BNF menganjurkan diberikan setiap 2 jam sampai timbul diare atau total pemberian 8 mg, kenyataan jarang diikuti. Kebanyakan pasien merespons dalam waktu 18 jam dan inflamasi menghilang pada 75-80% pasien dalam 48 jam. Reaksi yang tidak dikehendaki dari kolkhisin adalah gangguan gastrointestinal, disfungsi sumsum tulang belakang, dan disfungsi neuromuskular. Hal ini lebih sering terjadi pada pasien dengan gangguan ginjal atau hati dan manula. Kolkhisin sebagai vasokonstriktor dan mempunyai efek stimulasi pada pusat vasomotor, sebab itu hati-hati bagi pasien dengan gagal jantung kronis.

c.    Kortikosteroid
Injeksi intra-artikular kortikosteroid sangat berguna bila NSAID atau kolkhisin bermasalah, misalnya pada pasien dengan gagal jantung kronis atau gangguan ginjal atau hati. Ini juga sangat berguna untuk arthritis gout akut yang terbatas hanya sendi tunggal. Bagaimanapun harus dipastikan bahwa penyakit ini bukan arthritis septik, sebelum menyuntikkan steroid.
Kortikosteroid dapat diberikan secara oral dalam dosis tinggi (30-40 mg) atau intramuskular, berangsur-angsur diturunkan selama 7-10 hari, terapi ini baik untuk pasien yang tidak dapat mentolerir NSAID, kolkhisin ataupun gagal dengan terapi ini, juga bagi mereka dengan serangan poliartikular. Hati-hati bagi pasien dengan gagal jantung.
(Depkes RI, 2006)
2.    Gout Kronis
Pengobatan gout kronis membutuhkan waktu jangka panjang untuk mereduksi serum urat sampai di bawah normal. Harus dijaga agar tidak terjadi serangan gout akut, mengurangi volume tofi, mencegah perusakan selanjutnya. Terapi penurunan urat hendaknya tidak direkomendasikan saat terjadi serangan akut. Sebelum memberi pasien alopurinol, beberapa hal harus dipertimbangkan apakah pasien adalah kandidat yang tepat untuk urikosurik.
Obat penurun urat diindikasikan untuk:
-       Pasien dengan serangan lebih dari 2 kali setahun
-       Gout tofi yang kronis
-       Produksi berlebih asam urat (primary dan purin enzyme defect)
-       Gout kronis yang berkaitan dengan kerusakan ginjal atau batu ginjal urat
-       Tambahan terapi sitotoksik untuk hematological malignancy
Obat ini dibagi menjadi 3 kategori, antara lain:
-       Urikostatik (xantin oksidase inhibitor) misalnya alopurinol
-       Urikosurik misalnya benzbromaron, sulfinperazon, probenesid
-       Urikolitik misalnya urat oksidase
(Depkes RI, 2006)
Adapun obat-obat yang digunakan dalam penanganan gout kronis adalah sebagai berikut:
a.    Urikostatik (Xantin oxidase inhibitor)
Alopurinol adalah drug of choice untuk menurunkan urat dalam serum. Alopurinol menghambat pembentukan asam urat. Risiko untuk menimbulkan serangan goutakut pada awal pengobatan dapat dihindarkan dengan memakai dosis awal yang rendah (50-100 mg), dan ditingkatkan bila perlu. Kolkhisin atau NSAID ditambahkan sebagai pencegahan terjadinya episode akut. Dosis 50-600 mg sehari untuk mengurangi kadar urat. Normalisasi kadar urat dalam serum biasanya terlihat dalam 4 minggu dan serangan gout akut berhenti dalam 6 bulan dengan terapi yang kontinyu. Reduksi tofi memakan waktu tahunan. Kadang-kadang dosis dibutuhkan sampai 900 mg. Dalam penggunaannya perlu diwaspadai, antara lain, banyak interaksi, terutama dengan antikoagulan oral, teofilin, azatioprin; efek samping utama : ruam (2%) reaksi hipersensitif: (0.4%), meningkat bila digunakan bersama ampisilin (20%), tiazid; reaksi hipersensitif dapat mengakibatkan mortalitas; dan karena ekskresi hanya lewat ginjal, hati-hati bagi yang mengalami kerusakan ginjal, sebab itu dosis harus disesuaikan dengan creatinin clearance.

b.    Urikosurik
Obat urikosurik meningkatkan ekskresi urat di ginjal dengan menghambat reabsorpsi pada proksimal tubule. Karena mekanisme ini ada kemungkinan  terjadi batu ginjal atau batu di saluran kemih. Untuk mencegah risiko ini dosis awal harus rendah ditingkatkan perlahan-lahan, dan hidrasi yang cukup. Tidak boleh digunakan pada kondisi overproduction atau nefrolitiasis ginjal. Obat ini ternyata dapat digunakan untuk hiperurisemia yang disebabkan diuretik.
Probenesid dan sulfinpirazon  sebaiknya tidak digunakan untuk pasien dengan kerusakan ginjal. Benzbromaro suatu alternatif dari alopurinol, untuk pasien normal danpasien dengan fungsi ginjal yang terganggu, hasilnya bagus. Telah digunakan pula untuk pasien yang tidak mengalami kemajuan dengan pengobatan alopurinol, dan pada pasien transplan ginjal dalam terapi siklosporin. Ada kekhawatiran tentang hepatoksisitas, dan pemakaiannya pada pasien yang alergi alopurinol dengan gangguan ginjal belum diteliti lebih lanjut.
Losartan dengan dosis 25- 15 mg, suatu angiotensin II converting enzyme inhibitor (ACE inhibitor) yang digunakan untuk terapi hipertensi, menghambat reabsorpsi tubular ginjal sebab itu bekerja sebagai urikosurik. Losartan juga menunjukkan penurunan urat dalam serum yang meningkat akibat diuretik. Obat ini berguna sebagai terapi tambahan pada pasien dengan hipertensi dan gout atau hiperurisemia. sulfinpirazon, benzbromaron, belum ada di Indonesia saat ini.
Fenofibrat, obat penurun lipid, ternyata mempunyai efek urikosurik juga. Penurunan sebesar 20-35% terjadi. Akan berguna bagi pasien dengan hiperlipidemia dan gout/hiperurisemia. Terapi kombinasi dari fenofibrat atau losartan dengan obat anti-hiperurisemik, termasuk benzbromaron (50mg sekali sehari) atau alopurinol (200 mg dua kali sehari), secara signifikan mengurangi urat dalam serum sesuai dengan peningkatan ekskresi asam urat. Kombinasi ini adalah pilihan yang baik untuk terapi pasien gout dengan hipertrigliseridamia dan/atau hipertensi, walau efek tambahan hipourisemik sifatnya sedang.

c.    Urikolitik
Sebagai katalisator, urat oxidase merubah asam urat menjadi alantoin pada binatang tingkat rendah. Manusia tidak memiliki enzim ini. Bila digunakan secara parentral urikase adalah penurun urat yang lebih cepat dibanding alopurinol. Urat oxidase mencegah terbentuknya urat dan juga menguraikan asam urat yang telah ada, tidak seperti alopurinol.
(Depkes RI, 2006)
3. Arthritis Gout Interkitikal
Pasien dengan arthritis gout, pada saat ada periode bebas simptom di antara serangan-serangan disebut interkritikal gout. Hiperurisemia mungkin masih menetap dan kristal mungkin ada dalam cairan sinovial. Interkritikal gout adalah saat dimana pasien harus proaktif mengendalikan kadar asam urat dan mengambil langkah lain untuk menurunkan risiko serangan gout lain. Evaluasi kondisi pasien yang berkaitan dengan dasar penyebab disorder (misalnya: peminum alkohol dengan gout, dll) identifikasi dan obati penyakit yang berkaitan dengan gout bila ada: hipertensi, obesitas, peminum alkohol, pemakaian diuretik, hipotiroid, hiperkoleterolemia, dan intoksikasi timbal (Depkes RI, 2006).

VII. PROGNOSIS
Adapun prognosis untuk pasien arthritis gout, antara lain:
  •  Rata-rata, setelah serangan awal, diramalkan 62% yang tidak diobati akan mendapat serangan ke 2 dalam 1 tahun, 78% dalam 2 tahun, 89% dalam 5 tahun, 93% dalam 10 tahun 
  • Informasikan kepada pasien dengan hiperurisemia asimtomatik, bahwa risiko untuk arthritis gout di masa depan proporsional dengan kadar asam urat dalam darah dan masalah kesehatan lain, terutama hipertensi, obesitas, kadar kolesterol dalam darah, asupan alkohol. 
  •  Dalam perjalanan waktu, pasien yang tidak diobati dengan serangan berulang akan mempunyai perioda interkritikal yang lebih pendek, meningkatnya jumlah sendi yang terserang, dan meningkatnya disability. 
  •  Diramalkan 10-22% pasien dengan pengendalian yang jelek atau tidak diobati akan mengalami perkembangan tofi dan 20% nefrolitiasis pada kurang lebih 11 tahun setelah serangan awal. 
  • Bila memprediksi pasien dengan penyakit sendi karena kristal, pertimbangkan juga efek komorbiditas (contoh hipertensi atau alkoholisme pada gout dll). 
  •  Kaitan antara gout dengn hipertensi, aterosklerosis, hipertrigliseridemia, dan diabetes melitus mungkin ada hubungannya dengan sindrom resistensi insulin (obesitas-insulin insesitifitas, sindrom metabolik).
(Depkes, 2006)

DAFTAR PUSTAKA

Burns, M.A.C., B.G. Wells., T.L. Schwinghammer., P.M.Malone., J.M. Kolesar., J.C. Rotschafer and J.T. Dipiro. 2008. Pharmacotherapy: Principles and Practice. USA: The McGraw-Hill Companies. P. 932-939.

DepKes, 2006. Pharmaceutical Care Untuk Pasien Penyakit Arthritis Rematik. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan. P. 66-80.
Ernst, M.E., Clark, E.C., and Hawkins, D.W. 2008. Gout and Hyperuricemia. 2008. In: Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, A.G., Posey, L.M. editors. Pharmacotherapy: a Pathophysiologic Approach, 7th ed. USA: McGraw-Hill Companies. P. 1539-1550.

Hawkins, D. W. and Rahn, D. W. 2005. Gout and Hyperuricemia. In: Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, A.G., Posey, L.M. editors. Pharmacotherapy: a Pathophysiologic Approach, 6th ed. USA: McGraw-Hill. P. 1705-1711.

0 komentar:

Posting Komentar